Cara Ernest Prakasa dan Istri Menjelaskan Kesibukan di Akhir Tahun kepada Anak
TABLOIDBINTANG.COM - Film Milly & Mamet mengumpulkan sejuta penonton lebih dalam 10 hari. Mempertahankan angka 100 ribu penonton setiap hari bukan perkara mudah mengingat, Milly & Mamet diadang 3 raksasa dari Hollywood.
Kesuksesan ini tak membuat Ernest Prakasa (36) dan Meira Anastasia (35) silap mata. Keduanya meluangkan waktu untuk menyimak ulasan Milly & Mamet dari penonton, bloger, maupun jurnalis film.
Mulanya, Ernest tak sanggup menerima kritik pedas. Lambat laun, semua artikel dan video ulasan untuk Milly & Mamet dilahap Ernest.
Menurutnya, ini cara efektif untuk terus belajar dan menghasilkan karya yang lebih baik ke depan. “Buat saya, mau sejahat, sepedas, atau setajam apapun kritiknya, tentu ada yang ingin disampaikan. Saya berusaha menangkap poin-poin mereka,” beri tahu Ernest.
Empat tahun terakhir ia tak pernah mengajak keluarga berlibur pada minggu Natal dan Tahun Baru. Usai mempromosikan film, barulah Ernest memboyong istri dan anak pelesir. Tahun ini, ia memilih Bali.
Saat liburan itulah, Ernest-Meira memberi pengertian kepada anak-anak (Sky Tierra Solana dan Snow Auror Arashi) soal kesibukan orang tua di pengujung tahun.
“Kami memberi pengertian kepada anak-anak, kalau Papa sedang sibuk banget. Tapi kalau Papa lagi libur seperti sekarang, mereka akan merasakan asyiknya berlibur. Anak-anak mulai mengerti pola kerja orang tua mereka,” Meira berbagi cerita.
Menurut penulis buku Imperfect, Sky dan Snow tidak lagi rewel. Beberapa kali, Ernest mengajak Sky dan Snow menghadiri promosi film. Meira menjelaskan dalam bahasa sederhana mengapa bikin film itu lama dan harus dipromosikan kepada banyak orang.
“Saya menceritakan kepada mereka bahwa Mama senang karena bisa membuat karya baru. Saya bilang, 'Mama ingin kalian juga bangga sama Mama.' Saya ingin mewariskan semangat berkarya kepada Sky dan Snow,” sambung bintang film The Underdogs itu.
Meski judulnya liburan, Ernest-Meira tetap membahas pekerjaan. Tahun ini, mereka akan syuting film Imperfect, yang diadaptasi dari buku karya Meira.
“Kami berlibur ke Bali berempat, tapi tetap membahas premis cerita. Premis itu akan terus menghantui kami dan kayak gatal rasanya kalau enggak segera diulik. Semua tercampur, enggak bisa dibedakan lagi mana film mana rumah tangga. Di meja makan, ketika berlibur, yang dibahas tetap saja film,” beber Ernest.
(han / gur)